Minggu, 01 Mei 2011

Masa yang Terseret

Bekas jari-jari di dinding, kotor berwarna hitam. Setiap sudut ruangan itu sekarang berselimut debu, tak lagi putih bersih seperti dulu. Semut merayap berjalan beriringan menuju lubang besar hitam yang menjadi sarang mereka, berjalan mendaki kaki kotor yang kaku seperti tongkat.

Sesosok tubuh bersandar lunglai di sudut ruangan, tersembunyi di balik sofa yang koyak. Dia menerawang ke arah dan masa yang tak menentu, membayangkan, mencoba mengingat. Tetapi tak ada lagi keteraturan dalam arsip memorinya yang pernah terkotak-kotak rapi. Dia kehilangan ritme dan alur yang pasti. Sudah lupa kejadian mana sesudah yang lainnya. Ingatan datang tak jelas kebenarannya.

Dulu ada televisi kecil di depan sofa besar yang sekarang sudah lempem. Suara anak kecil yang tertawa diapit kedua orangtuanya. Di balik tirai itu dulu ada ruang makan, wangi masakannya menguar ke udara

Dia mendengar suara sirine tapi tidak tahu itu ambulans atau polisi, dia tak pernah bisa  membedakan keduanya. Dia menelungkupkan kepalanya di balik kedua lengan yang terpangku di lututnya yang goyah, berusaha melihat dalam kegelapan dan mendengar suara-suara

Detak yang terdengar dari ruangan itu selain dari dadanya yang lemah berasal dari jam dinding tua di atas kepalanya. Ada lebih dari seratus detakan kemudian baru dia bisa mendengar lebih jelas. Suara itu, suara anak kecil yang meraung-raung, menelan ingus dan air matanya yang terus mengucur. Di depannya tergeletak dua sosok bersimbah darah yang diguncangnya begitu keras.

Tak ada yang terjadi, tak ada. Dia tenggelam dalam kesedihan dan keperihan yang mendalam, menengadah memandang sosok bertopeng yang mengacungkan pistol ke arahnya, bersiap akan apa yang akan terjadi dan memejamkan mata di sela isak tangisnya.

Dor,dor,dor!
Suara tembakan…

Dia merasakan bau anyir di hidungnya.Tidak ada kesakitan, lalu dia membuka mata. Pistol terjatuh, begitu juga pria besar di depannya. Si anak tersadar, darah tidak mengucur dari kepalanya tapi terciprat ke wajahnya dari dada pria itu.

Seharusnya dia tahu, darahnya tidak akan seanyir itu, karena dia anak orangtuanya dan darah mereka sewangi mawar dan jasmine.

Dia mengharap Ibunya datang mengecupnya di malam hari tapi kenapa Ayahnya berlari ke depannya menghalau peluru? Yang dia lihat ayahnya membawakannya mainan baru bukan Kepala Ibunya dibenturkan ke dinding

Tidak mungkin! Ibunya meraba kepalanya yang berlumuran darah, berusaha meraih dinding untuk berdiri tapi jatuh terperosot ke lantai, di samping tubuh suaminya.

Segalanya kacau balau lalu orang-orang berseragam entah muncul darimana dan sejak kapan. Mereka berdiri di belakang tubuh penjahat yang roboh. Apakah mereka datang bersamaan dengan suara sirine?

Datang lagi mereka yang berpakaian serba putih. Berlari, berteriak, menyonsong! Dia berada dalam gendongan salah satu orang yang berjubah putih itu tapi yang Dia lihat selanjutnya hanyalah gelap...

Sosok itu mengangkat kepalanya. Wajahnya tirus dan tubuhnya ceking. Dia sebenarnya pemuda yang tampan kalau dia tidak mengacuhkan setiap inci penampilannya tetapi yang dipunyainya hanyalah trauma dari masa lalu. Masa yang terseret membelenggu kakinya bak rantai bola yang berpuluh ton beratnya kemana pun dia berjalan sehingga dia hanya duduk titik yang sama sampai detaknya berhenti.

Tidak ada komentar:

Referral Code Kredivo

 Kredivo adalah kartu kredit digital berupa aplikasi di smartphone yang memberikan kamu kemudahan untuk beli sekarang dan bayar nanti dalam...