Sarang laba-laba menghiasi keempat sudut langit-langit
bagai dekorasi kelabu. Jalinan halusnya tak goyah oleh hembusan angin yang
menyusup dari ventilasi. Seekor tawon terbang berpusing ria, membenturkan
tubuhnya ke sepenjuru ruangan. Tawon gila! Taruhan dia akan terjerat jaring
laba-laba sebelum trauma benturan membunuhnya. Kalian pernah mendengar istilah
‘jangan menghitung anak ayam sebelum telurnya menetas’? Tawon itu malah mati
tersetrum lampu yang mendadak korslet. Percikan api keemasan mirip kembang api
menjadi penampakan sepersekian detik sebelum gelap gulita mencekam.
Dari balkon terlihat pemandangan seluruh kota, untaian
mobil sepanjang jalan raya merupakan satu-satunya sumber cahaya yang terlihat.
Hingar-bingar sedang melanda tapi tidak ada pengaruhnya bagi telinga yang tuli
dan hati yang beku. Gelap di sini, sepi. Mata terpejam, terbayang kehidupan
manusia sebelum mengenal api. Bangsa Yunani sangat memuja api, bagi mereka api
melambangkan cahaya pengetahuan. Athena mungkin telah melakukan kesalahan
dengan memberikan ilmu pada manusia. Ilmu membuat teknologi tapi ciptaan itulah
yang mengendalikan kehidupan di bumi saat ini.
Semut adalah binatang yang memiliki keteraturan dalam
koloninya. Jika terjadi kebakaran di suatu bangunan, mereka akan berjalan beriringan
dalam ritme yang mengalir rapi. Manusia di lain sisi akan terpekur dalam
kengerian atau menghambur dalam kebrutalan untuk menyelamatkan diri, tidak
peduli apa atau siapa yang menjadi piijakannya. Walau begitu, manusia jangan
seperti semut, menjadi pribadi kaku yang terikat akan sistem yang telah
terpatri dalam DNA mereka. Tanpa keragaman emosi dan pemikiran maka tidak akan
ada Mozart, Shakespeare, atau Galileo. Yang harus dilakukan adalah memupuskan
egosentris yang telah menumpuk selama seabad penuh seiring perkembangan zaman
dan mainan baru.
Dahulu, ada suku primitif yang mempraktekkan kanibalisme
karena percaya bahwa memakan bagian dari seseorang adalah cara untuk menjaga
jiwa orang tersebut tetap abadi bahkan dalam kematian. Mereka tidak melakukannya
sebagai aksi sadis tak berperikemanusiaan melainkan sebagai perwujudan cinta
mereka agar orang tersebut bisa hidup dalam dirinya, dengan menyerap kebaikan
dan kemampuan orang tersebut, lambang pertahanan eksistensinya. Sekarang,
manusia saling memakan dengan cara yang berbeda. Bukan dagingnya yang dimakan,
bukan darahnya yang diminum tapi jiwanya yang digerogoti dan hatinya yang
dicabik. Tidak ada cinta di dalamnya, predator yang ada sekarang menghalalkan
segala cara untuk memuaskan kelaparannya.
Aneh manusia lapar padahal makanannya sudah cukup,
minuman juga melimpah dari langit dan dari tanah. Ada rumah untuk bernaung dan
kehangatan yang menyelimuti tubuh. Ternyata semua itu masih belum cukup untuk
hidup di era yang baru. Mendadak begitu banyak hal yang dibutuhkan atau
diinginkan walau tidak diperlukan, awal mula dari bentuk kelaparan yang lain.
Hiruk-pikuk dunia modern memberikan ancaman yang selalu mengintil di tengah
segala kenyamanan yang ditawarkan.
Berlari ke pedalaman asing dimana udaranya masih bersih,
konstelasi di langit terlihat jelas pada malam hari, paginya dibangunkan oleh
suara jangkrik dan cicitan burung yang terbang dari dahan begitu tirai jendela
dibuka. Menyusuri taman bunga, kembang-kembang besar berwarna-warni mekar
dengan sempurna. Setangkai bunga menunduk lesu di rerimbunan, hampir mati.
Bunga biru kecil itu tersembunyi oleh keindahan yang menonjol dari semerbak
bunga lainnya. Tapi dia ada di sana, menunggu untuk ditemukan. Tangkainya
hampir layu dan kelopaknya masih menguncup, tetapi keras kepala untuk bertahan.
Warna biru cerahnya, satu-satunya biru di tempat itu, akan sirna setelah
kepergiannya. Biru kecil seolah berkata ‘jangan lupakan aku’.
Hujan turun mengguyur taman, menyebarkan aroma basah yang
manis, harapan untuk melanjutkan kehidupan. Senyum mengembang, masih ada asa.
Biru kecil, bertahanlah di sana! Tidak ada yang akan melupakanmu. Setidaknya
satu orang bisa diandalkan untuk terus mengingatmu. Sama halnya dengan
kehidupan manusia. Seterpuruk apa pun mereka, sejauh mana pun mereka
terjungkal, selama seseorang masih menyimpan keyakinan dalam dirinya, selalu
ada harapan di sana. Asa untuk masa depan yang lebih baik. Masa depan tidak
bisa diramal, hanya bisa disongsong untuk melihat kebenarannya. Dengan asa,
buatlah masa depan yang bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar