OBAT OBAT HIPERTENSI
Obat-obat
Antihipertensi adalah obat-obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah
tinggi. Sebelum membahas lebih jauh mengenai obat-obat Antihipertensi ini
terlebih dahulu kita mengetahui mengenai penyakit hipertensi itu sendiri.
A. Hipertensi
- Latar Belakang
Dalam keadaan sehat, aktivitas fisik maupun
emosi terkadang dapat mengubah tekanan darah. Dengan hipertensi dimaksudkan
tekanan darah dalam keadaan istirahat melebihi normal dan ada variasi yang amat
besar. Di bawah ini adalah gambar siklus jantung.
- Klasifikasi
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat
dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi
(sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi
(diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai
"normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan
tekanan sistolik dan diastolik. Umumnya batas normal pada orang dewasa 140 mmHg
sistolik dan kurang dari 100 mmHg diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada
tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam
jangka beberapa minggu. Hipertensi ringan sampai sedang 160/190 dan 180/105
mmHg dan sampai hipertensi yang lebih berat atau ganas adalah di atas 180/105
mmHg.(Penggolongan Obat,Moh. Anief; hal.24) sedangkan Klasifikasi Tekanan Darah
Pada Dewasa menurut JNC VII dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Kategori
|
Sistolik
|
Diastolik
|
Normal
|
< 120 mmHg
|
(dan) < 80 mmHg
|
Pre-hipertensi
|
120-139 mmHg
|
(atau) 80-89 mmHg
|
Stadium 1
|
140-159 mmHg
|
(atau) 90-99 mmHg
|
Stadium 2
|
>= 160 mmHg
|
(atau) >= 100 mmHg
|
Berdasarkan asosiasi
hipertensi eropa 2003, diklasifikasikan hipertensi sebagai berikut:
Kategori
|
Sistolik (mmHg)
|
Diastolik (mmHg)
|
Optimal
|
< 120
|
<80
|
Normal
|
<130
|
<85
|
Hipertensi Ringan
|
140-159
|
90-99
|
Sedang
|
160-180
|
100-110
|
Berat
|
≥ 180
|
≥ 110
|
- Pengertian
Jadi secara garis besar dapat didefinisikan
bahwa Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi
140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan
darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan
jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama
gagal jantung kronis.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90
mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering
ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau
penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas
130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.
- Pengaturan tekanan
darah
Meningkatnya tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Jantung memompa
lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
2. Arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada
usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk
sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
3. Bertambahnya cairan
dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi
jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
1. Aktivitas memompa
jantung berkurang
2. Arteri mengalami
pelebaran, atau
3. Banyak cairan keluar
dari sirkulasi
maka tekanan darah
akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom
(bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
1. Perubahan Fungsi
Ginjal
Di ginjal terdapat suatu sistem yang mengatur
tingginya tekanan darah yang disebut Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS
: Renin Angiotensin Aldosteron System). Bila tekanan darah di glomeruli
menurun, sel ginjal membentuk renin dan dilepaskan. Dalam plasma, renin
bergabung dengan zat protein menjadi Angiotensin I dan oleh enzim ACE
(Angiotensin Converting Enzyme) diubah menjadi Angiotensin II yang aktif.
Angiotensin II berefek vasokontriktif kuat dan menstimulisasi sekresi hormon
aldosteron dan bersifat retensi garam dan air mengakibatkan tekanan darah naik
dan volume darah meningkat.
Ginjal dapat dikatakan mengendalikan tekanan
darah melalui beberapa cara:
a. Jika tekanan darah
meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke
normal.
b. Jika tekanan darah
menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah
bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
c. Ginjal juga bisa
meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang
memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan
hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda
ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi, misalnya penyempitan
arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa
menyebabkan hipertensi.Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal
juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
2. Sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari
sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan:
a. meningkatkan tekanan
darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari
luar)
b. meningkatkan
kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar
arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot
rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
c. mengurangi
pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah
dalam tubuh
d. melepaskan hormon
epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung
dan pembuluh darah.
- Gejala
Pada sebagian besar
penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja
beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak
diobati, bisa timbul gejala berikut:
1. sakit kepala
2. kelelahan
3. mual
4. muntah
5. sesak napas
6. gelisah, serta
7. pandangan menjadi
kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.
- Penyebab Hipertensi
Hipertensi
berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer
atau esensial (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
Hipertensi primer didefinisikan sebagai
hipertensi yang tidak disebabkan oleh adanya gangguan organ lain seperti ginjal
dan jantung. Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.Hipertensi ini dapat disebabkan oleh kondisi
lingkungan seperti faktor keturunan, pola hidup yang tidak seimbang, keramaian,
stress, dan pekerjaan. Sikap yang dapat menyebabkan hipertensi seperti konsumsi
tinggi lemak, garam, aktivitas yang
rendah, kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol dan kafein. Sebagian besar hipertensi primer disebabkan oleh faktor
stress.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.atau dengan kata lain,
penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya
adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya
yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang
menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak
aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa
memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang
diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali
normal.
- Hipertensi dalam
kehamilan
Hipertensi ditemukan
pada ibu hamil baik pada penyakit sebelumnya (5-15% dari total ibu hamil) atau
sebagai gangguan yang berhubungan dengan kehamilan, pre-eklamsia (Lyoyd, dalam
Wylie). Hipertensi dijuluki sebagai the silent killer karena biasanya tidak
menunjukkan gejala dan hanya terdiagnosis melalui skrinning atau ketika
penyakit tersebut bermanifestasi pada komplikasi gangguan tertentu. Hipertensi
sangat signifikan berkontribusi terhadap angka kesakitan dan kematian ibu dan
janin sehingga perlu dilakukan skrinning awal dan pemeriksaan lanjutan selama
kehamilan.
B. PENGGOLONGAN
OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI
- Latar Belakang
Setelah dilakukan diagnosis
yang didasarkan pada pengukuran berulang- ulang maka dapat dilakukan pengobatan
hipertensi yang sesuai. Hal pertama yang harus diperhatikan yaitu mekanisme
pengaturan darah di dalam tubuh.
|
Tekanan darah
dipertahankan melalui pengaturan cardiac output dan peripheral vaskular
resistance pada lokasi:
1. Arteriol
2. Postcapillary
venules
3. Jantung, dan
4. Ginjal
Tekanan darah diatur
dengan cara mengatur volume intravaskular. Barorefleks yang diperankan oleh
saraf otonom yang bekerja sama dengan mekanisme humoral dan RAAS berfungsi
untuk mengkoordinasi 4 lokasi pengaturan untuk mempertahankan tekanan darah.
BAROREFLEKS
Semua obat antihipertensi bekerja
pada satu atau lebih mekanisme pengaturan tekanan darah. Terdapat 4 kelompok
antihipertensi yaitu:
1. Diuretika
2. Antiadrenergik
3. Vasodilator
4. Penghambat
Angiotensin (ACE-Blockers)
Lokasi Kerja Obat Antihipertensi
1. Diuretika
Khasiat antihipertensi diuretik adalah berawal dari efeknya
meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan air, sehingga mengurangi volume
plasma dan cairan ekstrasel. TD turun akibat berkurangnya curah jantung,
sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. Pada pemberian
kronik, volume plasma kembali tetapi masih kira-kira 5% dibawah nilai sebelum
pengobatan. Curah jantung kembali mendekati normal.TD tetap turun karena
sekarang resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang terjadi kemudian
tampaknya bukan efek langsung tiazid tetapi karena adanya penyesuaian pembuluh
darah perifer terhadap pengurangan volume plasma yang terus-menerus.
Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume cairan interstisial berakibat berkurangnya
kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur (compliance)
vaskular.
a. Diuretik tiazid
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium. (HCT)
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium. (HCT)
b. Loop diuretic
Lebih potensial dibandingkan tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia, sehingga kadar kalium harus dipantau ketat. (Furosemid/Lasix)
Lebih potensial dibandingkan tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia, sehingga kadar kalium harus dipantau ketat. (Furosemid/Lasix)
c. Diuretik Hemat Kalium
Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium. (Spirinolactone)
Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium. (Spirinolactone)
d. Diuretik Osmotik
Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal. (Manitol/Resectisol)
Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal. (Manitol/Resectisol)
2. Antiadrenergik
Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang
jantung (reseptor ß1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah perifer
(reseptor α1). Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan
menghambat pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor
adrenergik.
a. Penghambat pelepasan adrenergik
prasinaptik; dibagi menjadi antiadrenergik “sentral” dan “perifer”. Antiadrenergik
sentral mencegah aliran keluar simpatis (adrenergic) dari otak dengan
mengaktifkan reseptor α2 penghambat. Antiadrenergik perifer mencegah pelepasan
norepinefrin dari terminal saraf perifer (misal yang berakhir di jantung).
Obat-obat ini mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.
b. Blocker alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen
memperebutkan reseptor adrenergik. Penempatan reseptor α1 oleh antagonis
menghambat vasokontriksi dan penempatan reseptor ß1 mencegah perangsangan adrenergik
pada jantung.
3. Vasodilator
Contoh vasodilator antara lain:
a. Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE)
Menekan sintesis angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.
Menekan sintesis angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.
b. Blocker pintu masuk kalium
Mencegah influks kalsium ke dalam sel-sel otot dinding pembuluh darah. Otot polos membutuhkan influks kalsium ekstrasel untuk kontraksinya. Blockade influks kalsium mencegah kontraksi, yang menyebabkan vasodilatasi.
Mencegah influks kalsium ke dalam sel-sel otot dinding pembuluh darah. Otot polos membutuhkan influks kalsium ekstrasel untuk kontraksinya. Blockade influks kalsium mencegah kontraksi, yang menyebabkan vasodilatasi.
c. Vasodilator langsung
Merelaksasi sel-sel otot polos yang mengelilingi pembuluh darah dengan mekanisme yang belum jelas, tetapi mungkin melibatkan pembentukan nitrik oksida oleh endote vascular.
Merelaksasi sel-sel otot polos yang mengelilingi pembuluh darah dengan mekanisme yang belum jelas, tetapi mungkin melibatkan pembentukan nitrik oksida oleh endote vascular.
- Berikut ini adalah obat-obat
Antihipertensi :
1. Obat Diuretik Tiazid
Nama obat :Hidroklorotiazid
Mekanisme Kerja :menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam pars asendens ansa henle tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urin 3x. Hilangnya natrium menurunkn GFR.
Indikasi :Obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema kronik, hiperkalsuria idiopatik. Digunakan untuk menurunkan pengeluaran urin pada diabetes inspidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorpsi dalam nefron proksimal, hanya berefek pada diet rendah garam)
Efek tak diinginkan :Hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemia, hiperurisemia, hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan, penurunan aliran plasenta, alergi sulfonamide, gangguan saluran cerna.
Nama obat :Hidroklorotiazid
Mekanisme Kerja :menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam pars asendens ansa henle tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urin 3x. Hilangnya natrium menurunkn GFR.
Indikasi :Obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema kronik, hiperkalsuria idiopatik. Digunakan untuk menurunkan pengeluaran urin pada diabetes inspidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorpsi dalam nefron proksimal, hanya berefek pada diet rendah garam)
Efek tak diinginkan :Hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemia, hiperurisemia, hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan, penurunan aliran plasenta, alergi sulfonamide, gangguan saluran cerna.
2. Obat Loop Diuretic
a. Furosemid (Lasix)
Mekanisme Kerja :menghambat reabsorpsi klorida dalam pars asendens ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urin.
Indikasi :Diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan kedaruratan hipertensi. Juga edema, edema paru dan untuk mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.
Efek tak diinginkan :Hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hipotensi,hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia, alkalosis hipokloremik, hipovolemia.
Mekanisme Kerja :menghambat reabsorpsi klorida dalam pars asendens ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urin.
Indikasi :Diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan kedaruratan hipertensi. Juga edema, edema paru dan untuk mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.
Efek tak diinginkan :Hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hipotensi,hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia, alkalosis hipokloremik, hipovolemia.
b. Asam Etakrinat
(Ethacrynate)
Indikasi :per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Efek tak diinginkan :Paling ototoksik, lebih banyak gangguan saluran cerna, kecil kemungkinan menyebabkan alkalosis. Lain-lain seperti Furosemid.
Indikasi :per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Efek tak diinginkan :Paling ototoksik, lebih banyak gangguan saluran cerna, kecil kemungkinan menyebabkan alkalosis. Lain-lain seperti Furosemid.
c. Butmetanid (Bumex)
Indikasi :per oral untuk edema, IV untuk edema paru
Efek tak diinginkan :serupa dengan furosemid. Ototoksisitas belum pernah dilaporkan. Dosis besar dapat menyebabkan mialgia berat.
Indikasi :per oral untuk edema, IV untuk edema paru
Efek tak diinginkan :serupa dengan furosemid. Ototoksisitas belum pernah dilaporkan. Dosis besar dapat menyebabkan mialgia berat.
3. Obat Diuretik Hemat Kalium.
a. Amilorid (midamor)
Mekanisme Kerja :secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ menurunkan sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi :Digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat K+ mengurangi efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Efek tak diinginkan :Hiperkalemia, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan diabetes militus dapat mengalami intoleransi glukosa.
Mekanisme Kerja :secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ menurunkan sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi :Digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat K+ mengurangi efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Efek tak diinginkan :Hiperkalemia, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan diabetes militus dapat mengalami intoleransi glukosa.
b. Spironolakton (aldactone)
Mekanisme Kerja :antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi Na+). Juga memiliki kerja serupa dengan amilorid.
Indikasi :digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongestif), sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga untuk mengobati atau mendiagnosis hiperaldo- steronisme.
Efek tak diinginkan :seperti amilorid. Juga menyebabkan ketidakseimbangan endokrin (jerawat, kulit berminyak, hirsutisme, ginekomastia)
Mekanisme Kerja :antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi Na+). Juga memiliki kerja serupa dengan amilorid.
Indikasi :digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongestif), sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga untuk mengobati atau mendiagnosis hiperaldo- steronisme.
Efek tak diinginkan :seperti amilorid. Juga menyebabkan ketidakseimbangan endokrin (jerawat, kulit berminyak, hirsutisme, ginekomastia)
c. Triamterin (Dyrenium)
Mekanisme Kerja :secara langsung menghambat reabsorpsi Na+ serta sekresi K+ dan H+ dalam tubulus koligentes.
Indikasi :digunakan untuk hiperaldosteronisme. Lain-lain seperti Spironolakton.
Efek tak diinginkan :dapat menyebabkan urin menjadi biru dan menurunkan aliran darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.
Mekanisme Kerja :secara langsung menghambat reabsorpsi Na+ serta sekresi K+ dan H+ dalam tubulus koligentes.
Indikasi :digunakan untuk hiperaldosteronisme. Lain-lain seperti Spironolakton.
Efek tak diinginkan :dapat menyebabkan urin menjadi biru dan menurunkan aliran darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.
4. Obat Diuretik Osmotik
a. Manitol (mis.
Resectisol)
Mekanisme kerja :secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air. Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi :gagal ginjal akut, glaucoma, sudut tertutup akut, edema otak, untuk menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
Efek tak diinginkan :sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia, letargi, kebingungan, dan nyeri dada.
Mekanisme kerja :secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air. Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi :gagal ginjal akut, glaucoma, sudut tertutup akut, edema otak, untuk menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
Efek tak diinginkan :sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia, letargi, kebingungan, dan nyeri dada.
5. Obat Anti adregernik sentral
a. Klonidin (catapres)
Mekanisme kerja :bekerja di otak sebagai agonis adrenergic α2 yang menyebabkan penurunan aktifitas system saraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah jantung dan tekanan darah). Mekanisme pastinya belum diketahui.
Indikasi :hipertensi ringan sampai sedang
Efek tak diinginkan :ruam, mengantuk, mulut kering,konstipasi, sakit kepala, gangguan ejakulasi. Hipertensi balik bila dihentikan mendadak. Untuk membatasi toksisitas, mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan perlahan.
Mekanisme kerja :bekerja di otak sebagai agonis adrenergic α2 yang menyebabkan penurunan aktifitas system saraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah jantung dan tekanan darah). Mekanisme pastinya belum diketahui.
Indikasi :hipertensi ringan sampai sedang
Efek tak diinginkan :ruam, mengantuk, mulut kering,konstipasi, sakit kepala, gangguan ejakulasi. Hipertensi balik bila dihentikan mendadak. Untuk membatasi toksisitas, mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan perlahan.
C. SIFAT FISIKA DAN
KIMIA OBAT ANTIHIPERTENSI
Walaupun fungsinya
sama yaitu untuk menurunkan tekanan darah, tetapi setiap golongan obat
antihipertensi memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda. Berdasarkan
mekanisme kerja dari tiap-tiap obat antihipertensi di atas maka kita dapat
menarik garis besar dari perbedaan mendasar keempatnya.
Di bawah ini saya
hanya akan membahas mengenai salah satu obat antihipertensi golongan
antiadrenergik yaitu klonidin
- Sifat Kimia
Struktur Kimia
Sumber: (Basic
and Clinical Pharmacology. 10th edition. San Francisco:
McGraw-Hill, 2006)
Klonidin
merupakan α2 agonis yang biasanya digunakan dalam terapi antihipertensi. Klonidin memiliki efek
terhadap kedua reseptor α (α2 dan α1) dengan
perbandingan potensi 200:1. Dari tabel di
bawah ini dapat dilihat beberapa efek
obat alfa terhadap beberapa reseptor.
- Sifat
Fisika Klonidin
a. Klonidin
: B.m = 230
b. pKa
= 8,05
c. Densitas
pada t 25o C = 1,003
d. t
37o C = 0,999
e. sifat
= lipofilik
f. L.C.S
: Densitas pada t 25o C = 1,004
g. t
37o C = 1,001
- Mekanisme Penurunan Tekanan Darah oleh
Klonidin
Fungsi
dari reseptor α dan β masih diteliti, namun kemungkinan erat kaitannya dalam pengaturan tekanan darah dan
denyut jantung. Reseptor
α2 presinaps di otak dan medulla spinalis juga
terlibat dalam menghambat pelepasan norepinefrin
presinaps. Reseptor α2 postsinaps terlibat dalam banyak hal, antara lain menghambat pengeluaran
insulin, menghambat motilitas usus, menstimulasi pengeluaran
hormon pertumbuhan, dan menghambat pengeluaran ADH.10 Mekanisme penurunan tekanan darah oleh
klonidin secara tepat
belum dapat diketahui. Tetapi klonidin telah dapat
diketahui bekerja dengan menstimulasi
reseptor α2 di medulla oblongata. Hal ini dibuktikan
dengan injeksi dalam jumlah sedikit melalui
arteri vertebralis atau
langsung pada cisterna magna dapat
menimbulkan efek penurunan
tekanan darah.19 Klonidin
menginhibisi pusat vasomotor simpatis dengan menstimulus reseptor α2 di medulla oblongata. Akibat mekanisme tersebut, aktivitas sistem saraf
simpatis di perifer berkurang,
tekanan darah sistolik dan diastolik menurun, dan
terjadi bradikardi.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh, 1996,
Penggolongan Obat berdasarkan khasiat dan penggunaan, UGM Press; Yogakarta
Ansel, Howard C,
2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press; Jakarta
http://cardiovascularvloe.blogspot.com/; diakses hari selasa tanggal 20 maret 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Kimia_medisinal; diakses hari selasa tanggal 20 maret 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi; diakses hari selasa tanggal 20 maret 2012
http://www.docstoc.com/docs/7804134/DIURETIK; diakses hari selasa tanggal 20 maret 2012
http://www.eprints.ac.id/7519/Resta_Farits.pdf; diakses hari kamis tanggal 22 maret 2012